Minggu, 10 Januari 2016

Fatwa MUI: Homoseksual Kelainan yang Harus Disembuhkan



muiPANDANGAN Islam terhadap homoseksualitas selain didasarkan atas penemuan ilmuwan tentang fenomena ini, juga harus didasarkan atas wahyu. Wahyu yang terkandung di dalam al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad saw adalah petunjuk yang tetap.
Demikian dikatakan Sekjen AILA, Rita Soebagio dalam diskusi “Holding Hands With LGBT: Bagaimana Muslim Bersikap Terhadap LGBT“,  Selasa (22/9) di Auditorium Juwono Sudarsono FISIP UI.
Dalam QS. Al-A’raf: 80, Allah berfirman: “Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun di dunia ini sebelummu?.”
Dari Jabir ra, dia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda:“Sesungguhnya yang paling aku takuti (menimpa) umatku adalah perbuatan kaum Luth” [HR Ibnu Majah). Dari Abu Musa, berkata: Rasulullah SAW. bersabda: “Apabila lelaki menggauli lelaki, maka keduanya berzina. Dan apabila wanita menggauli wanita, maka keduanya berzina. (HR. Al-Baihaqi).
Dari Watsilah ibn Al-Asqa’, berkata: “hubungan seksual wanita dengan sesama wanita itu zina”. (HR. Al-Baihaqi). Ijma’ Ulama bahwa liwath dan shiqoq serta  aktifitas seksual sesama jenis adalah haram.
Fatwa MUI soal LGBT
Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwanya terkait homoseksual. Berikit Fatwa MUI No 57 Tahun 2014: Hubungan seksual hanya dibolehkan bagi seseorang yang memiliki hubungan suami isteri, yaitu pasangan lelaki dan wanita berdasarkan nikah yang sah secara syar’i. Orientasi seksual terhadap sesama jenis adalah kelainan yang harus disembuhkan serta penyimpangan yang harus diluruskan.
Homoseksual, baik lesbian maupun gay hukumnya haram, dan merupakan bentuk kejahatan (jarimah). Pelaku homoseksual, baik lesbian maupu gay, termasuk biseksual dikenakan hukuman hadddan/atau ta’zir oleh pihak yang berwenang. Sodomi hukumnya haram dan merupakan perbuatan keji yang mendatangkan dosa besar (fahisyah).
Pelaku sodomi dikenakan hukuman ta’zir yang tingkat hukumannya maksimal hukuman mati. Aktifitas homoseksual selain dengan cara sodomi (liwath) hukumnya haram dan pelakunya dikenakan hukumanta’zir.
Aktifitas pencabulan, yakni pelampiasan nasfu seksual seperti meraba, meremas, dan aktifitas lainnya tanpa ikatan pernikahan yang sah, yang dilakukan oleh seseorang, baik dilakukan kepada lain jenis maupun sesama jenis, kepada dewasa maupun anak hukumnya haram. Pelaku pencabulan sebagaimana dimaksud pada angka 8 dikenakan hukumanta’zir.
Dalam hal korban dari kejahatan (jarimah) homoseksual, sodomi, dan pencabulan adalah anak-anak, pelakunya dikenakan pemberatan hukuman hingga hukuman mati.Melegalkan aktifitas seksual sesama jenis dan orientasi seksual menyimpang lainnya adalah haram.
Pandangan Barat terhadap LGBT
Seorang akhtifis hak gay, Scott Bidstrup dalam makalahnya yang berjudul The Natural ‘Crime Against Nature: A brief Survey of Homosexual Behaviour In Animals mengatakan bahwa masyarakat selalu mempunyai dua cara pandang dalam memandang homoseksual.
Pertama, Pandangan Konservatif yang mengganggap homoseksual sebagai sebuah penyimpangan, karenanya orientasi dan dan perilakunya bersifat penyakit dan patologis.
Kedua, Pandangan Progresif mengatakan bahwa homoseksual adalah varian normal dalam kehidupan manusia dan karenanya perilakunya bersifat natural.
Jack Drescher, psikiater anggota komisi seksual dan identitas gender DSM V membagi homoseksual berdasarkan  etiologinya kedalam tiga formulasi yaitu: varian normal, Patologis, ketidakmatangan perilaku.
Psikiater Jerman  Richard von Krafft-Ebing (1840-1902) mengemukakan teori patologi homoseksual sebagai “degenerative disorder”. Krafft-Ebing  memandang segala bentuk perilaku seksual diluar kebiasaan umum adalah bentuk psikopatologi yang disebut dengan Psychopathia Sexualis.
Krafft-Ebing percaya bahwa meskipun homoseksual berasal dari bawaan lahir, namun hal ini harus difahami sebagai bentuk cacat bawaan. Teori Krafft-Ebing memberikan pengaruh yang sangat besar bagi para peneliti medis dan ilmu pengetahuan selanjutnya dalam memandang homoseksual sebagai penyakit psikis. Psychopathia Sexualis dinilai memiliki pijakan saintifik yang kuat sehingga menandai lahirnya banyak asumsi patologis di dalam diagnosa homoseksual yang dikembangkan ilmuwan lainnya pada pertengahan abad ke-20.
Gerakan LGBT melakukan propaganda  “marriage for everyone” . Padahal pernikahan harus diatur bukan semata-mata bagi mereka yang saling mencintai, tapi dengan siapa  mereka menikah.Marriage is not only the recognition of a loving attachment.(Desastian/Islampos)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar